Sinar
mentari mulai memamerkan keindahannya pada dunia. Kini cahayanya mencoba
menerobos masuk melewati celah-celah jendela kamarku. Aroma khas bunga melati
tercium olehku. Ku coba membuka mataku, ku lirik jam dinding di kamarku. Jam 6
tepat.
Hhh..
Rasanya masih malas sekali aku bangun. Aku tarik lagi selimutku. Padahal
rasanya aku baru saja tidur semenit yang lalu. Ku tenggelamkan wajah mungilku
kedalamnya. Tak berapa lama kemudian ada sesuatu yang menarik-narik selimutku,
semakin lama semakin kencang dan.. Gubrak!
“Duh!”
Aku mengusap kepalaku yang terbentur lantai kamarku.
“Kak ayo kak bangun..
Kita lapar.” Teriak salah satu anak.
“Iya kak Dini ayo bangun,
aku mau sarapan” sahut yang lain
Aku
berdiri dihadapan mereka. Kupandangi wajah-wajah mereka satu-persatu. Mereka
seolah menunjukkan rasa kesal. Ah! Iya lupa aku harus membuatkan mereka
sarapan. Ini gegara aku mengerjakan PR anak-anak semalaman sampai aku bangun
kesiangan hari ini.
“Iya- iya, kakak bangun.
Maaf ya kakak telat bangun” jawabku.
Ku
gandeng tangan mereka berdua menuju dapur. Di ruang makan, sudah ada anak-anak
yang menungguku. Aku langsung nyengir malu.
Hari
berganti minggu, Minggu berganti bulan,
dan bulanpun berganti tahun. Begitu cepat waktu berlalu. Tak terasa setahun
sudah aku berada disini. Di panti asuhan Amanah. Mengasuh anak-anak malang yang
tak tahu arah hidupnya menghadapai kerasnya dunia ini. Kita; aku dan Selly, salah
satu temanku menemukan anak-anak ini di jalanan, dan tak sedikit dari mereka
yang kita temukan di tempat sampah. Sungguh tagis. Ironis. Apa salah mereka?
Apa salah malaikat-malaikat kecil yang baru lahir di dunia ini? Seharusnya
mereka mendapatkan belaian kasih sayang dari orangtua mereka bukannya malah
tergeletak tak berdosa di tempat kumuh.
“Woy kak! Malah ngelamun!
Ayo buatin kita sarapan” bentak Siti, anak tertua di panti asuhan ini.
“Haha iya-iya, yuk bantu
kakak masak di dapur.” Jawabku.
***
Seperti
biasa, seusai sarapan kita semua mengerjakan pekerjan rumah sesuai jadwal yang
telah kita buat bersama. Minggu ini aku bersama 5 anak yang lain bertugas
membersihkan ruang tamu.
“Yuk,
kita mulai bersih-bersih sekarang!” Perintahku dengan semangat.
“Ayo!!”
Jawab mereka serentak.
“Selly,
tolong bimbing yang lainnya ya.” Kataku
“Baik
bos” jawabnya
Aku
disini adalah penanggung jawab panti asuhan ini. Alhamdulilllah, terhitung
sudah ada 10 orang yang mau menjadi sukarelawan disini. Aku senang berada di
sekitar mereka. Kita bermain bersama. Belajar bersama. Mereka semua sangat
ceria. Seperti tak ada beban yang harus mereka pikirkan.
Prang!
Tak sengaja aku menjatuhkan pigora disampingku. Semua mata tertuju kepadaku.
Aku meringis.
“kakak
dari tadi melamun saja kerjaannya, ada apa?” Tanya della.
“tidak
apa-apa kok” jawabku singkat.
“yakin?”
“iya,
kakak baik-baik saja kok. Yuk bantu kakak membersihkan pecahan kaca ini.”
Kupandangi
foto wajah wanita yang sedang tersenyum itu. Bersih, cantik, senyumnya merekah
tulus sekali bak malaikat yang turun dari surga. Tak terasa air mataku mulai
menetes. Aku rindu dirinya. Sosok wanita yang telah merubah sisi duniaku.
Menghadirkan sesuatu yang luar biasa. Melati. ya, Melati ini adalah teman kecilku. Sejak
kecil aku selalu bersamanya. Tapi kita sangat berbeda. Layaknya dua sisi keping
uang logam yang berlawanan tapi selalu bersama.
Melati
selalu menghabiskan waktunya untuk kegiatan sosial, menyisihkan uang jajannya
untuk disumbangkan ke masjid, menyumbangkan pakaian-pakainnya ke panti asuhan,
bahkan sejak usia 17 tahun dia sudah mulai aktif menjadi sukarelawan di suatu
rumah belajar yang cukup jauh dari rumahnya. Dia tak pernah mengeluh, dia
selalu tersenyum saat berpapasan dengan orang di sekelilingnya. Ya Allah,
sungguh mulia sekali ciptaanmu ini.
Kadang
aku jengkel sendiri melihat melati yang selalu menghabiskan waktu untuk mereka.
Aku iri. Tak ada lagi waktunya untukku. Hingga suatu saat aku diajak melati
untuk bertemu dan bersenang-senang dengan anak jalanan. Melati membawakan
makanan untuk mereka semua. Mereka bercanda, bermain bersama. Sedangkan
aku? Hanya melihat dari kejauhan saja,
menunggu melati yang sedang bersenang-senang dengan mereka. “bersenang-senang?”
Apa yang dimaksud bersenang-senang di perkampungan kumuh ini olehnya? Ihhh..
Untuk menginjakkan kaki melewati lumpur saja aku enggan.
“Hei din, ayo kesini,
mereka ingin berkenalan denganmu” ajak melati.
“Enggak, aku disini saja.
Ayo mel jangan lama-lama.” Jawabku sewot
“Iya-iya, sebentar lagi”
Sang
matahari mulai meredupkan sinarnya. Begitu asyiknya mereka bermain, hingga tak
terasa senja mulai tiba. Sinar matahari yang berwarna
keemasan menerpa wajah mereka yang tidak menunjukkan rasa lelah, malah
mereka lebih semangat dari aku yang dari tadi hanya duduk termenung memandangi
mereka dari kejahuan. Astaga! Melati bagaikan bidadari diantara mereka. Dia
menebar kebahagiaan kepada mereka. Sayap-sayapnya merengkah, merangkul mereka
dengan kasih sayang yang tulus. Anak-anak jalanan itu tampak sedih sekali
ketika Melati beranjak pergi.
Semilir angin
sore juga berhembus cukup kencang. Aku merapatkan jaketku. Sejenak aku
pejamkan mataku untuk menikmati angin semilir yang menerpa
wajahku.
“Yuk
pulang” Ajak Melati.
Aku
diam.
“Hey,
kamu kenapa?”
Aku
tetap diam, Ku percepat langkah kakiku. Aku merasa Melati mulai mengimbangiku.
“Maaf
membuatmu lama menunggu. Biasanya aku menemani mereka lebih lama lagi.”
Lalu kenapa kau tidak
kembali dengan bocah-bocah ingusan itu?
Batinku kesal. Aku tetap diam. Tidak mengeluarkan sepatah katapun. Aku mulai mendengar
Melati bernyanyi. Entah alunan nada ini berhasil membuatku merasa lebih nyaman
sekali. Mengusir lelahku. Kugandeng tangannya. Kurangkul bahunya. Ah, sedetik
aku merasakan indahnya dunia. Aku merasa bahagia saat berada di pelukannya.
***
Happy birthday to you
Happy birthday to you
Happy birthday happy
birthday.. Happy birthday to you..
Aku
tersentak kaget. Nyanyian lagu selamat ulang tahun itu membuayarkan lamunanku.
Membuyarkan sekelibat kenangan manisku bersama sahabatku, Melati. Air mataku
jatuh lagi membasahi pipiku. Kali ini air mata haru. Mereka berlari ke arahku.
Merangkulku. Kusambut tangan-tangan kecil mereka. Tak henti aku mengucapkan
terima kasih kepada mereka semua.
“Kakak
jangan sedih terus dong, ini kan hari ulang tahun kakak” Ucap Fania.
“Kakak
nggak sedih kok, kakak sangat bahagia punya kalian semua.”
“Selamat
ulang tahun ya Din. Ini cake buatan kita semua lho.” Ucap Santi, yang juga
merupakan salah satu pengurus di Panti Asuhan ini.
“Waaah
makasih banyak semuanya. Ayo tunggu apa lagi. Ayo kita makan!!” Jawabku seraya
mengusap air mataku.
“Setelah
ini kakak mau ajak kalian ke suatu tempat”
“Kemana
kak Din? Mau traktir kita semua ya?”
“Wah..
Asik! Aku mau ikut!”
“Eits…
Siapa juga yang mau traktir kalian. Udah kalian habiskan kue nya dulu. Setelah
itu kalian mandi ya.”
Beberapa
saat kemudian..
“Sudah
siap semuanya? Yuk kita berangkat” Ajakku.
***
Sebagian
anak-anak terlihat heran ketika sudah sampai di tempat tujuan. Sebagian lagi
sudah paham maksud tujuanku kesini.
Aku
segera bersimpuh. Kutaburkan bunga-bunga kesukaannya. Kusirami tanah tempat
bidadariku terlelap. Kulihat Siti mengikutiku. Kudengar dia mulai menangis. Kutatap
sekali lagi batu di depanku. Sebuah nama yang indah terukir disana. Melati
Amelia Putri. Kupeluk nisannya. Aku berusaha menahan air mataku. Aku tak ingin
terlihat sedih di hadapan anak-anak.
Aku
teringat kejadian 2 tahun
yang lalu yang menimpa Melati. Ia rela menyumbangkan hatinya untuk didonorkan
kepada Santi. Anak-anak mengerumuniku, memberikan pelukan hangat kepadaku. Aku
tak sanggup menahan air mataku. Setetes demi tetes air mata yang
berusaha aku tahan akhirnya jatuh juga. Selly berusaha menenangkanku. Aku
berusaha tersenyum, berusaha tegar di hadapan mereka.
Melati
memang telah tiada
tapi kebaikannya tetap akan kita kenang selamanya.
Apa yang pernah dia lakukan hingga hari ini masih aku terus lanjutkan.
Aku selalu teringat amanahnya untuk menjaga panti
asuhan ini.
Melati, terima kasih
kau telah merubah duniaku. Terima kasih atas semua yang kau beri. Terima kasih
telah mengajariku cara menghargai dan mengasihi orang lain. Kau benar, dunia
ini satu. Tak ada jarak yang membuat penghalang antara si kaya dan si miskin.
Kita semua hidup di dunia ini hanya sementara. Kelak masih ada kehidupan yang
kekal dan abadi. Seharusnya kita jadikan kehidupan di dunia ini
sebagai medan kita berlomba-lomba untuk beramal saleh dan bebagi dengan
sesama. Ya Allah berilah tempat yang mulia untuk sahabatku, Melati..